
Anoapos.com | Konut – Bencana banjir yang sering terjadi di wilayah Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menimbulkan dampak serius terhadap ekonomi masyarakat.
Meskipun Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Utara telah berupaya melakukan berbagai macam cara penanganan dan penggulangan bencana alam di wilayahnya, akan tetapi masih ada beberapa hal krusial perlu menjadi perhatian pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara.
Salah satunya adalah penyelesaian pelaksanaan kegiatan pembangunan jalan trans sulawesi yang berada di Desa Sambandete Kecamatan Oheo dimana jalur tersebut, dinilai menjadi penyebab timbulnya berbagai persoalan baru seperti naiknya biaya operasional para pedagang sehingga harga sembako mengalami kenaikan terutama di wilayah Kecamatan Langgikima, Landawe dan Kecamatan Wiwirano.
Selain di tiga kecamatan itu, juga kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah, juga ikut menikmati dampak terputusnya jalur trans sulawesi tersebut ketika terjadi banjir pada musim hujan.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Bersuara (AMB) Kecamatan Langgikima, Dalin Adrianus saat terhubung redaksi anoapos.com pada Minggu (20/04/2025) melalui sambungan telepon seluler.
” Persoalan bencana banjir yang sering terjadi di jalan trans sulawesi yang berada di Desa Sambandete Kecamatan Oheo, itu menjadi hal yang sangat serius. Dampak yang ditimbulkan, bukan hanya pengguna jalan yang melintas harus keluarkan biaya yang tinggi, tetapi harga sembilan bahan pokok di wilayah kami juga ikut melambung tinggi seperti harga beras dari Rp.650 ribu/50 Kg kini bisa mencapai Rp.800 ribu, harga tabung gas elpiji 3 Kg juga mahal bisa mencapai Rp.45 ribu sampai Rp.70 ribu dan ini menambah beban kebutuhan hidup masyarakat,” kata Adrianus.
Ditambahkan, sebaiknya pihak terkait khususnya Balai Pelaksana Jalan Nasional Sulawesi Tenggara (BPJN Sultra) segera mengambil sikap untuk segera menyelesaikan permasalah proyek jalan di lokasi banjir tersebut.
” Kami masyarakat sudah sangat merasakan dampaknya, dan juga kami memohon kepada Pemerintah Pusat untuk segera menuntaskan permasalahan jalan trans sulawesi tersebut. Kasihan anggaran proyek jalan itu diduga sudah habis miliaran rupiah, tapi pekerjaan tidak tuntas dan imbasnya adalah kami masyarakat kecil yang ada di Perdesaan,” tegasnya.
Sebagai perwakilan masyarakat, Adrianus juga kembali mengharapkan kepada para pemilik pincara agar tidak menaikkan biaya pincara sebagaimana yang telah di sepakati oleh pemerintah dan masyarakat pemilik pincara yakni kendaraan roda empat Rp.300.000 dan kendaraan roda dua yaitu motor Rp.50.000.
“sebagai ketua AMB, Saya meminta kepada pemerintah dan penegak hukum untuk menindak tegas bagi oknum masyarakat pemilik pincara yang diduga bermain dilapangan,” tutupnya.