
Anoapos.com | Kendari – Menteri Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), inisial YS menjadi sorotan atas pernyataan yang menyinggung profesi jurnalis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Mendes YS menyingung soal tulisan berita yang tidak akurat sebagai ‘Wartawan Bodrex’ serta menyingung LSM yang menurutnya hanya mencari-cari kesalahan Kepala Desa (Kades).
Atas persoalan ini, Ketua Dewan Perwakilan daerah, Persatuan Pewarta warga Indonesia, (DPD PPWI) Sulawesi Tenggara (Sultra), La Songo, mendesak agar Mendes YS meminta maaf kepada insan pers dan LSM di seluruh Indonesia.
PPWI adalah bagian sebuah organisasi yang menjadi wadah bagi para jurnalis warga (citizen journalists) sebagai pilar demokrasi keempat, insan pers juga dilindungi Undang- undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dan pernyataan Mendes bisa masuk kategori tindakan yang menghambat kemerdekaan pers serta melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers:
“Bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) (tentang kemerdekaan pers) dapat dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda Rp.500.000.000,00,” ungkapnya kepada media.
Ketua DPD PPWI Provinsi Sultra ini juga menilai, seharusnya Mendes Yandri menggunakan istilah ‘oknum’ ketika menuduh salah satu profesi yang dianggap sedang bermasalah, bukan istilah “wartawan bodrex”.
Karena istilah “oknum” ini sering digunakan wartawan ketika menulis berita tentang profesi, jabatan, atau lembaga yang diduga sedang bermasalah tetapi belum terbukti secara hukum.
La Songo, menilai betapa pentingnya upgrade pengetahuan dan etika seorang pejabat pemerintahan.
Karena apapun alasannya, etika jauh lebih di atas segalanya dari pada ilmu pengetahuan.
Disebutkan, ilmu pengetahuan hanya sebatas mampu menjawab atas sebuah persoalan. Sementara ketika akan menyelesaikan persoalan dan membentuk budaya bangsa.
“Terakhir ditambahkan Ketua DPD PPWI Provinsi Sultra itu mengatakan hal yang sama ketika Mendes YS menyinggung LSM, artinya ia tidak bisa menghargai keberadaan LSM sebagai lembaga kontrol sosial yang juga diakui secara hukum,” pungkasnya. (*)